Bukan hanya sekali saja Nabi dihina. Bahkan ada seorang wanita tua yang berani mencerca Nabi. Setiap kali Nabi melintas muka rumahnya, kala itu pula si wanita meludahkan air liurnya, “cuh,cuh,cuh.” Peristiwa itu berulangkali terjadi, bahkan hampir setiap hari.
Suatu kali, ketika Nabi lewat di depan rumahnya, si wanita tadi tak lagi meludahinya. Bahkan, batang hidungnya saja tak kelihatan pula. Nabi pun menjadi “kangen” akan air ludah si wanita tadi. Karena penasaran, Nabi lantas bertanya kepada seseorang, “Wahai Fulan, tahukah engkau, dimanakah wanita pemilik rumah ini, yang setiap kali aku lewat selalu meludahiku?”
Orang yang ditanya menjadi heran, kenapa Nabi justru menanyakan, penasaran, dan tak sebaliknya merasa kegirangan. Namun, si Fulan tak ambil peduli, oleh karenanya ia segera menjawab pertanyaan Nabi, “Apakah engkau tidak tahu wahai Muhammad, bahwa si wanita yang biasa meludahimu sudah beberapa hari terbaring sakit?” Mendengar jawaban itu Nabi mengangguk-angguk, lantas melanjutkan perjalanan untuk ibadah di depan Ka’bah, bermunajat kepada Allah Pemberi Rahmah.
Sekembalinya dari ibadah, Nabi mampir menjenguk wanita peludah. Ketika tahu, bahwa Nabi, orang yang tiap hari dia ludahi, justru menjenguknya, si wanita menangis dalam hati. “Duhai betapa luhur budi manusia ini. Kendati tiap hari aku ludahi, justru dialah orang pertama yang menjenguk kemari.” Dengan menitikan air mata haru bahagia, si wanita bertanya, “Wahai Muhammad, kenapa engkau menjengukku, padahal tiap hari aku meludahimu?”
Nabi menjawab, “Aku yakin, engkau meludahiku karena engkau belum tahu tentang kebenaranku. Jika engkau mengetahuinya, aku yakin engkau tak akan lagi melakukannya.”
Mendengar ucapan bijak dari manusia utusan Allah swt ini, si wanita menangis dalam hati. Dadanya sesak, tenggorokannya serasa tersekat. Lantas, setelah mengatur nafas akhirnya ia dapat bicara lepas, “Wahai Muhammad mulai saat ini aku bersaksi untuk mengikuti agamamu.” Lantas si wanita mengikrarkan dua kalimat syahadat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar