Negara adalah suatu wilayah di permukaan bumi yang kekuasaannya baik politik, militer, ekonomi, sosial maupun budayanya diatur oleh pemerintahan yang berada di wilayah tersebut.
Salah satu syarat yang harus dimiliki oleh sebuah negara adalah memiliki penduduk yang tinggal di negara tersebut, ataupun penduduk yang secara hukum berhak tinggal di suatu negara, karena memiliki surat resmi untuk tinggal di negara tersebut. Misalnya orang yang memiliki bukti kewarganegaraan Indonesia, tetapi memilih tinggal di negara lain. Dalam ilmu sosiologi, penduduk adalah kumpulan manusia yang menempati wilayah geografi dan ruang tertentu
Indonesia merupakan negara yang besar dalam hal jumlah penduduk, berdasarkan data populasi penduduk pada tahun 2005, jumlah penduduk Indonesia sekitar 241.973.879 jiwa dengan jumlah tersebut, berarti Indonesia merupakan negara terbesar keempat di dunia dalam hal jumlah penduduk setelah Republik Rakyat Cina dengan 1.306.313.802 jiwa, India 1.080.264.388 jiwa, Amerika Serikat 295.734.134 jiwa, (wikipedia, 2005). Data dimaksud sudah termasuk penduduk Indonesia yang berdomisili di luar negeri.
Dengan jumlah penduduk yang besar seperti ini, Indonesia tentunya membutuhkan administrasi kependudukan yang terorganisir dari pusat hingga ke daerah. Administrasi kependudukan dimaksud menyangkut seluruh masalah kependudukan, yang meliputi pendaftaran penduduk, pencatatan sipil, dan pengelolaan data informasi kependudukan.
Administrasi Kependudukan menjadi semakin penting karena selalu bersentuhan dengan setiap aktivitas kehidupan di Indonesia. diantaranya adalah saat pemilu legislatif, pemilu presiden, pemilu kepala daerah, mengurus surat-surat kendaraan, mengurus surat-surat tanah, dan lain sebagainya. Apabila kita akan berdomisili pada suatu wilayah maka kita harus memiliki tanda domisili yang dibuktikan dengan Kartu Tanda Penduduk (KTP).
Terkait dengan hal tersebut, pemerintah telah mengeluarkan kebijakan kependudukan melalui Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. Dalam kebijakan ini, yang dimaksud dengan administrasi kependudukan adalah kegiatan penataan dan penertiban dalam penerbitan dokumen dan data kependudukan melalui Pendaftaran Penduduk, Pencatatan Sipil, Pengelolaan informasi Administrasi Kependudukan serta pendayagunaan hasilnya untuk pelayanan publik dan pembangunan sektor lain.
Sesuai dengan kebijakan tersebut, Pemerintah berkewajiban dan bertanggung jawab menyelenggarakan Administrasi Kependudukan secara nasional, yang dilakukan oleh Menteri dalam negeri, dengan kewenangan meliputi:
a. koordinasi antarinstansi dalam urusan Administrasi Kependudukan;
b. penetapan sistem, pedoman, dan standar pelaksanaan Administrasi Kependudukan;
c. sosialisasi Administrasi Kependudukan;
d. pemberian bimbingan, supervisi, dan konsultasi pelaksanaan urusan Administrasi Kependudukan;
e. pengelolaan dan penyajian Data Kependudukan berskala nasional: dan
f. pencetakan, penerbitan, dan distribusi blangko Dokumen Kependudukan.
Menteri Dalam Negeri merupakan pihak yang bertanggung jawab dalam hal penanganan masalah administrasi kependudukan di Indonesia.
Surat Keputusan Menteri Dalam Nomor 54 Tahun 1999 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pendaftaran Penduduk. Dalam kebijakan ini disebutkan bahwa pendaftaran penduduk adalah kegiatan pendaftaran dan atau pencatatan data penduduk beserta perubahannya, perkawinan, perceraian, kematian, dan mutasi penduduk, penerbitan nomor induk kependudukan, nomor induk kependudukan sementara, kartu keluarga, kartu tanda penduduk dan akta pencatatan penduduk serta pengelolaan data penduduk dan penyuluhan.
Kebijakan ini dilaksanakan oleh instansi teknis yang ditunjuk
Pentingnya administrasi kependudukan Mengingat akan sangat pentingnya administrasi kependudukan serta dokumen-dokumen akta Catatan Sipil, maka Pemerintah Daerah Kabupaten Dairi pada tahun 2008 membentuklah Kantor Kependudukan, Catatan Sipil dan KB berdasarakan Peraturan Bupati Dairi Nomor 05 Tahun 2008 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Daerah, Sekretariat DPRD, Kantor Kecamatan, Dinas dan Lembaga Teknis Lainnya
Administrasi Kependudukan merupakan suatu hal yang sangat urgen di dalam kehidupan masyarakat saat ini. Kependudukan selalu bersentuhan dengan setiap aktivitas kita diantaranya adalah saat pemilu legislatif, pemilu presiden, pilkada, mengurus surat-surat kendaraan, mengurus surat-surat tanah, dan lain sebagainya. Apabila kita akan berdomisili pada suatu wilayah maka kita musti memiliki tanda domisili yang dibuktikan dengan Kartu Tanda Penduduk (KTP).
Banyak yang beranggapan bahwa KTP itu sulit, karena kita akan dipusingkan oleh birokrasi yang rumit. Jika ingin lancar maka kita musti memberikan uang sogokan atau yang dikita biasa disebut Uang Administrasi…??? Uang Administrasi menjadi pertanyaan buat kita????? Masalah kependudukan memang sering menuai masalah, diantaranya adalah masalah DPT (Daftar Pemilih Tetap) yang saat ini menjadi masalah yang cukup njelimet di saat-saat pemilu seperti ini. Partai politik memanfaatkan situasi ini untuk memanaskan suasana. Mari kita kaji, permasalahannya apa ??
DPT (Daftar Pemilih Tetap) tentu sangat terkait dengan data kependudukan, jika data kependudukan benar dan up to date maka DPT bukanlah masalah. DPT itu hal yang sangat mudah, kita tinggal menscan Kartu Keluarga dari masing-masing penduduk, maka kita akan mendapatkan DPT yang terpercaya. Tentu hal ini perlu perhatian kita semua. Teknologi yang dibuat dengan menghabiskan dana Trilyunan Rupiah mustinya dapat diimplementasikan sehingga dapat menjawab masalah kependudukan.
Pemanfaatan Teknologi Informasi dalam rangka menyusun Sistem Informasi Kependudukan yang akurat, terpercaya dan up to date perlu dioptimalkan. Dengan kemajuan teknologi saat ini tentu ini bukan lagi masalah bagi Negara kita. Jika kita membuat sebuah sistem informasi terintegrasi maka memungkinkan kita melakukan pengolahan data kependudukan secara cepat dan akurat. Misalkan KPU membutuhkan data DPT maka langsung saja minta ke Dinas Kependudukan untuk mendapatkan data terbaru. Tidak sulit, karena setiap elemen saling mendukung.
No KTP kita dapat dijadikan sebagai no Unik untuk berbagai keperluan, misalnya dalam mengurus pajak penghasilan, pajak kendaraan bermotor, kepemilikan bangunan, dan lain sebagainya. Dengan mengintegrasikan data secara nasional maka tidak akan terjadi seseorang yang memiliki KTP ganda. Karena kita akan memiliki ID unik yang dapat digunakan di seluruh Indonesia.
Suatu saat kita pindah dari satu tempat ke tempat lain di Indonesia, kita cukup mendaftarkan diri ke Dinas Kependudukan setempat. Kemudian dinas Kependudukan setempat membuka database penduduk kita kemudian mengganti alamat domisili maka data kependudukan kita langsung terupdate. Tentu saja hal ini akan sangat efisien jika kita konsisten dalam melakukan implementasinya.
Bagaimana dengan Permasalahan kependudukan di Liwa, Lampung Barat? Menurut saya kita musti berbenah. Tetangga saya pernah punya pengalaman buruk saat membuat KTP di Dinas Kependudukan Liwa, Lampung Barat. Saat KTP sudah tercetak, gambar FOTO yang terpampang di KTP tidak tampak. Saya berharap dikemudian hari kita dapat memperbaiki layanan-layanan publik yang ada di Lampung Barat. Saya bermimpi suatu saat Lampung Barat menjadi contoh bagi kabupaten lain dari sisi Layanan Publik dan Kerapihan data kependudukannya.
Kapan mimpi itu bakal tercapai?? jawabnya tergantung kita semua, mau berubah atau tidak?????????????????
Gagasan menyusun suatu sistem administrasi yang menyangkut seluruh masalah kependudukan, yang meliputi pendaftaran penduduk, pencatatan sipil, pengelolaan data-informasi kependudukan, patut menjadi perhatian untuk mewujudkannya. Karena sampai saat ini, peraturan perundang-undangan yang mendukungnya masih terpisah-pisah, berjalan sendiri-sendiri tanpa ada kaitan satu dengan lainnya. Perwujudan suatu sistem memang sangat didambakan oleh masyarakat. Bahkan sebagai ciri dari penyelenggaraan negara yang modern khususnya bidang pelayanan masyarakat.
Sejak kemerdekaan 57 tahun yang lalu, masalah administrasi kependudukan masih dirasakan tumpah tindih, tidak ada keterkaitan dalam administrasi antara keberadaan penduduk dengan kebutuhan lain yang sebetulanya atas dasar kependudukan itu sendiri. Kebutuhan yang paling dekat adalah pencatatan sipil, namun demikian belum ada yang secara otomatis dapat mengalir datanya pada pendafataran penduduk.
Masing-masing masih mementingkan kepentingan sektoralnya dari pada lebih memperhatikan kepentingan bersama secara koordinatif. Sebagai contoh konkrit saja, kita dapat merasakan data pencatatan perkawinan bagi yang beragama Islam, mandeg di KUA hanya sebagai laporan data ke Departmen Agama. Sedangkan Kantor Catatan Sipil di wilayah yang sama tidak memiliki akses dan tidak memperoleh data sama sekali dari KUA. Sehingga fungsi Kantor Catatan Sipil seolah-olah hanya berlaku bagi bukan yang beragama Islam.
Demikian pula masalah perceraian yanng diputus baik oleh Pengadilan Agama (bagi yang beragama Islam) maupun Pengadilan Negeri (bagi yang beragama lain). Data dari kedua pengadilan tersebut tidak ditransfer secara otomatis kepada Kantor Catatan Sipil. Oleh karenanya adalah wajar kalau data dari dinas kependudukan dengan BPS tidak sama.
Pencatatan sipil merupakan hak dari setiap warga negara dalam arti hak memperoleh akta autentik dari pejabat negara. Masih jarang penduduk menyadari betapa pentingnya sebuah akta bagi dirinya dalam menopang perjalanannya dalam "mencari kehidupan". Betapa tidak ! Anak lahir tanpa akta kelahiran, ia akan memperoleh kesulitan pada saat ia memasuki pendidikan. Demikian pula dalam masalah perkawinan, kematian, dan status anak. Banyak manfaat yang membawa akibat hukum bagi diri seseorang. Sebuah akta perkawinan yang diterbitkan oleh pejabat Kantor Catatan Sipil, memiliki arti yang sangat besar di kemudian hari, manakala terjadi sesuatu. Misalnya untuk kepentingan menentukan ahli waris, menentukan dan memastikan bahwa mereka adalah mukrimnya, atau dapat memberi arah ke pengadilan mana ia mengajukan cerai dan lain-lain yang tanpa disadari akta-akta tersebut sangat penting artinya bagi kehidupan seseorang.
Pengertian pendafataran penduduk dan pencatatan sipil adalah tidak dapat disangkal bahwa sistem administrasi kependudukan merupakan sistem yang mengatur seluruh administrasi yang menyangkut masalah kependudukan pada umumnya. Dalam hal ini terkait tiga jenis pengadministrasian, yaitu pertama pendaftaran penduduk, kedua pencatatan sipil, dan ketiga pengelolaan informasinya. Ketiga sub sistem tersebut masing-masing memiliki pengertian dan definisi yang mampu memberikan gambaran tentang seluruh kegiatannya.
Pengertian pendaftaran penduduk sebagaimana yang tertuang dalam. Sedangkan penduduk adalah setiap Warga Negera Indonesia yang selanjutnya disingkat WNI dan Warga Negara Asing yang selanjutnya disingkat WNA pemegang ijin tinggal tetap di wilayah negara Republik Indonesia. Jadi dari definisi tersebut, jelas yang dimaksudkan penduduk adalah setiap WNI dan WNA pemegang ijin tinggal tetap. Untuk itu guna administrasinya diselenggarakan pendaftaran penduduk.
Sedangkan nomenklatur tentang "pencatatan penduduk" seperti yang disebutkan dalam Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 1999 tersebut, sesungguhnya tidak tepat kalau diartikan sama dengan "pencatatan sipil". Kata "sipil" pada "pencatatan sipil" tidak sama artinya dengan penduduk.
Pencatatan penduduk artinya data-data sebagai penduduk yang dicatatkan. Tetapi kalau "pencatatan sipil" artinya status sipilnya yang dicatatkan, karena adanya perubahan pada diri seseorang. Misalnya pencatatan atas kelahiran, artinya atas perubahan status sipilnya dari yang sebelumnya belum ada di dunia tetapi karena akibat kelahirannya ia menjadi mempunyai status dan berhak atas hak sipilnya. Demikian pula bagi pencatatan perkawinan adalah seseorang yang karena perubahan status sipilnya dari lajan menjadi berstatus kawin yang membawa akibat hukum karenanya. Sebaliknya pencatatan perceraian, ia merubah status kawin menjadi status janda atau duda yang juga membawa akibat-akibat hukum. Termasuk pencatatan kematian, akan membawa akibat dalam hubungan hukum antara yang meninggal dunia dengan anak-anak, suami atau istri dengan orang tua maupun saudara-saudaranya, dalam hal ini sering disebut-sebut sebagai ahli warisnya yang akan menerima segala warisan baik yang positif maupun yang negatif.
Dari urian tersebut di atas, jelas bahwa Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 1999 telah menimbulkan kerancuan dan salah kaprah sampai pada Peraturan-peraturan Daerah di beberapa daerah.
Pemakaian istilah "Catatan Sipil" sudah sejak ordonansi-ordonansi seperti Staatsblad 1949 No. 25, atau Staatsblad 1917 No. 130 yo 1919 No. 18, atau Staatsblad 1920 No. 751 yo 1927 No. 564, atau Staatsblad 1933 No. 75 yo 1936 No. 607. Terminologi "Catatan Sipil" adalah terminologi baku secara hukum karena atas dasar pencatatan tersebut seseorang menjadi jelas status hak sipilnya. Dalam Instruksi Presidium Kabinet No. 31/U/IN/12/1966, juga tetap menggunakan istilah "Catatan Sipil". Hal tersebut menandakan bahwa status keperdataan seseorang yang dicatatkan pada Kantor Catatan Sipil, sebagai akibat dari adanya status seseorang.
Keanekaragaman peraturan perundang-undangan sebagai warisan hukum Pemerintah Belanda dengan sistem Kolonial yang membagi penduduk di dalam 3 (tiga) golongan besar (Eropa, Tionghoa, dan Bumi Putera) benar-benar mengancam perpecahan bagi persatuan bangsa. Menurut penyusun kodifikasi Kitab Undang-undang Perdata (Prof. Drs. CST Kansil, SH dan Christine SF Kansil SH, MH, 2001), bahwa dewasa ini KUHP Perdata memerlukan penyempurnaan sehubungan dengan perkembangan Hukum Perdata di Indonesia selama lebih 150 tahun berlaku di tanah air, yaitu dengan Buku Kesatu tentang Orang. Oleh karenanya adalah wajar dan sudah saatnya para penyelenggara negara digugah "masa tidurnya" selama ini, guna disadarkan bahwa peraturan perundang-undangan yang mengatur seluk beluk pencatatan, baik saat kelahiran, perkawinan, kematian dan status hukum seseorang adalah usang yang justru rawan terhadap disintegrasi bangsa. Kalau ditelusuri sebab-sebabnya, tentunya kembali kepada kesadaran para penyelenggara negara itu sendiri yang mungkin tidak memiliki kepekaan dan tenggalam dalam rutinitasnya sehari-hari.
Oleh karenanya dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakatnya perlu diupayakan segera pembaharuan hukum , khususnya dalam hal perlindungan hak melalui penerbitan akta perkawinan dan perceraian, disamping untuk kelahiran, pengangkatan anak dan status anak. Upaya-upaya tersebut dapat dilakukan berupa :
1. Menciptakan pembaharuan hukum yang sesuai dengan jiwa UUD 1945 yang menjamin hak-hak warga negaranya, sebagai pengganti peraturan perundang-undangan yang telah usang.
2. Melakukan kajian kritis terhadap seluruh pranata hukum produk kolonial dengan mengeyamping ketentuan-ketentuan yang sudah tidak relevan.
3. Melakukan penyusunan naskah akademis tentang pencatatan sipil yang dilanjutka menyusun draf Rancangan Undang-undang baru.
4. Mengakomodasi Yurisprudensi Mahkamah Agung yang telah memutuskan terhadap perkawinan atas dasar beda agama dan perkawinan antar penganut Kong Hucu, sebagai suatu ketentuan lex spesialis.
5. Agar memperoleh dorongan masyarakat luas, perlu sosialisasi baik mengenai permasalahannya salama ini dan bagaimana mengatasinya
6. Mendesak Pemerintah agar bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat memperhatikan masalah administrasi kependudukan guna mewujudkan peraturan perundang-undangan yang sangat didambakan selama ini.
7. Melakukan sosialisasi tentang pentingnya Catatan Sipil, agar setiap perkawinan menjadi sah menurut hukum negara.
8. Merevisi Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, khususnya pasal 2 ayat 2 harus ditambah kalimat, "Tiap-tiap perkawinan sebagaimana dimaksud ayat 1, wajib dicatatkan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku"
9. Memasukkan amar putusan Mahkamah Agung ke dalam materi draf Rancangan Undang-undang tentang Catatan Sipil yang memungkinkan dilangsungkannya perkawinan dari pasangan yang berbeda agama atau antara pasangan yang menganut Kong Hucu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar